Telkomsel menjadi operator seluler pertama yang menghadirkan mobile 4G LTE secara komersial di Indonesia. Untuk tahap awal, akses koneksi data super cepat ini telah hadir di lebih dari 200 titik strategis yang ada di dua kota, Jakarta dan Bali.
Tentunya, itu hanya sebuah permulaan. Karena Telkomsel punya rencana jangka panjang untuk menghadirkan akses jaringan layanan mobile 4G LTE di 22 provinsi hingga 2019 mendatang.
Untuk lebih lengkapnya informasi mengenai strategi Telkomsel di era 4G LTE ini, ada baiknya langsung kita simak saja hasil wawancara dengan Direktur Utama Telkomsel, Alex J. Sinaga (AJS).
Q: Bagaimana rencana Telkomsel dalam pembangunan jaringan dan komersialisasi 4G LTE?
AJS: Untuk tahap awal, Telkomsel akan menghadirkan 4G LTE di area segitiga emas yang ada di Jakarta dan Bali. Total ada lebih dari 200 titik strategis yang tertinggi trafik penggunaan datanya. Setelah dua kota ini, tahun depan akan kami tambah lagi menjadi tujuh kota, termasuk kota yang semula tidak dibayangkan ternyata memiliki trafik data tinggi, misalnya di Manado. Pengguna smartphone mungkin persentase tertingginya ada di Manado.
Q: Kenapa Bali lebih dulu dibandingkan kota-kota lainnya?
Kami sudah punya perjanjian roaming 4G dengan negara lain. Kebetulan kita sudah punya aliansi dengan Bridge Alliance yang punya member operator di 12 negara. Jadi kalau orang Australia berwisata ke Bali, sudah bisa 4G. Itu sebabnya kita hadirkan 4G LTE di Bali karena yang paling banyak kunjungan ke Bali ya orang Australia.
Q: Untuk layanan 4G LTE Telkomsel, apakah harus mengganti kartu SIM?
AJS: Untuk bisa menikmati 4G LTE ini memang harus menggunakan kartu khusus USIM 4G LTE. Kami akan tawarkan kartu baru maupun skema penggantian kartu. Kartu baru tentunya untuk pelanggan baru, sementara penggantian kartu untuk pengguna existing. Pelanggan tinggal datang ke GraPARI terdekat untuk mendapatkan kartu baru maupun penggantian kartu lama. Untuk persediaan kartu pun tak perlu khawatir karena produksinya cepat, setiap hari bisa produksi 300 ribu kartu.
Q: Apa bedanya antara 4G LTE dengan 3G yang telah lebih dulu hadir?
AJS: Dari sisi kecepatan, jelas akan jauh lebih cepat. Dengan lebar pita 5 MHz di spektrum frekuensi 900 MHz, kami bisa menghadirkan kecepatan akses sekitar 24 Mbps hingga 36 Mbps. Kemudian ketika tak mendapatkan sinyal 4G LTE, perpindahan jaringan layanannya tidak seekstrim perpindahan 2G ke 3G saat awal-awal dulu. Baik data maupun voice, akan seamless tak terasa saat beralih jaringan ke 3G, hanya kecepatannya sedikit menurun.
Q: 4G LTE Telkomsel hanya di 900 MHz atau ada di frekuensi lain juga?
AJS: Nanti kita agregasi juga. Untuk awal kita ambil 5 MHz dari 7,5 MHz yang kita punya di 900 MHz, dan nanti 5 MHz lagi dari tambahan 7,5 MHz di 850 MHz. Jadi nanti bisa kita sambungkan secara contiguous. Teknologi untuk agregasi juga sudah ada. Sementara di 900 MHz itu untuk layanan 2G perlahan-lahan dikosongkan, kita pindahkan ke 1.800 MHz. Tidak harus langsung nation wide, tapi bertahap di kota-kota dahulu. 5 MHz itu kita bisa dapatkan 24 Mbps hingga 36 Mbps. Apalagi kalau nanti bisa contiguous 20 MHz, kita bisa dapatkan speed 100 Mbps.
Q: Bagaimana dengan adopsi pelanggan terhadap 4G LTE?
AJS: Mestinya, adopsi bisa lebih cepat karena akan sangat ditentukan dari harga smartphone. Harga smartphone sudah jauh lebih murah saat ini dibandingkan dulu dimana smartphone bisa sampai Rp 20 jutaan saat awal-awal 3G. Dulu mungkin pesaingnya sedikit, tapi sekarang sudah banyak sehingga harganya bisa murah.
Di jaringan Telkomsel saja sudah ada 70 juta yang menggunakan akses data, tapi baru 30 juta pelanggan yang menggunakan smartphone. Nah, yang menggunakan smartphone itu biasanya otomatis butuh bandwidth lebih besar. Taruhlah 5% pengguna smartphone itu ada yang gaptek dan kira-kira hanya 27 jutaan saja yang menggunakan akses data untuk kehidupan sehari-hari. Tapi kalau aplikasi tidak bertambah, kurang enak juga pakai 4G LTE.
Q: Bagaimana dengan tarif datanya, lebih murah atau malah lebih mahal?
AJS: Untuk sementara kami tetap akan sama dengan tarif 3G karena kita bicara volume. Tapi yang kami harapkan akan menjadi pembeda di layanan 4G LTE ini adalah aplikasinya. Misalnya aplikasi konten digital, tools, lifestyle, industri. Sekarang kalau kita tanya pelanggan, mereka akan membandingkan harga jual per kilobyte.Tapi begitu kita bicara aplikasi, itu value added. Kalau dia cocok, dia tidak akan tanya harganya berapa. Perumpamaannya begini. Saat makan di sebuah warung, harga nasi di sana Rp 10.000, di sini Rp 5.000. Tapi kalau dia suka gulai kakapnya, dia tidak akan tanya harganya.
Q: Dari tadi selalu disinggung mengenai aplikasi, sepenting itukah untuk 4G LTE?
AJS: 4G tanpa aplikasi itu seperti sayur tanpa garam. Kalau tidak ada aplikasi, tidak mendongkrak lifestyle yang lebih smart dan tidak mendongkrak produktivitas. Itu sebabnya aplikasi ini sangat penting. Tidak hanya untuk personal seperti social media, tapi juga sebagai tools untuk industri lain. Aplikasi M2M misalnya, itu sudah internet of things dan basisnya IP. Mereka tidak hanya sekadar mengkonsumsi datanya saja, tapi aplikasi kita itu sudah masuk ke bisnis proses industrinya. Jadi bisa lebih cepat dan lebih produktif.
Bagi kami, menghadirkan jaringan 4G LTE bukan masalah terbesar, karena teknologinya sudah ada, komitmen investasinya sudah ada. Justru membangun ekosistemnya yang jadi persoalan.
Q: Ekosistem yang ideal seperti apa?
AJS: Mungkin yang bisa dilihat sebagai contoh ekosistem yang sudah oke itu Korea Selatan. Hampir semua sendi kehidupan sudah terhubung dengan aplikasi. Itu sebabnya kita meluncurkan layanan M2M alias machine to machine. Coba hitung berapa jumlah mobil, motor, AC, kulkas, dibandingkan jumlah manusia. Dan untuk menggerakkan itu semua butuh aplikasi.
Menurut kami, persaingan ke depan itu adalah ide dan inovasi. Makanya kami getol mengumpulkan developer untuk bikin aplikasi. Kami punya program TemanDev, roadshow dari kota ke kota. Ada banyak anak muda di Indonesia, sangat kreatif tapi mereka tidak membayangkan kalau aplikasi ini bisa dibawa untuk komersial. Merek tidak tahu bagaimana caranya, yang ada malah dicuri idenya.
Nah, dengan TemanDev ini hak kekayaan intelektual mereka kami jamin. Tidak hanya dapat duitnya saja dari bikin aplikasi, tapi juga royaltinya. Karena masih banyak anak muda di Indonesia yang belum paham, kami punya tim dan program untuk edukasi dan menyelaskan. Kalau Anda bisa sukses di bidang digital kreatif, maka Anda bisa seperti Mark Zuckerberg.
Courtesy : telkomsel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar